1. Pengertian Wawasan Nusantara
Banyak pandangan tentang wawasan nusantara,
secara terminology wawasan nusantara adalah cara pandang masyarakat
Indonesia tentang keadaan lingkungan negara Indonesia sesuai dengan
ideologi nasional (pancasila) dan UUD 1945 . Adapun UU yang mengatur
tentang wawasan nusantara yang ada di Indonesia. Salah satunya UU no 6
tahun 1996 yang berisi tentang perairan Indonesia.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai
diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek
kehidupan yang beragam.
(Kelompok kerja LEMHANAS 1999)
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai
strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Sedangkan pengertian yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia adalah:
cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya
yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan
dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati
kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan
nasional.
2. Perbatasan Negara Indonesia Darat Maupun Laut dengan Negara Lain.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulaunya yang mencapai
17.499 pulau dan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2, serta
panjang garis pantai yang mencapai 81.900 km2. Dua pertiga dari wilayah
Indonesia adalah laut, implikasinya, hanya ada tiga perbatasan darat dan
sisanya adalah perbatasan laut. Perbatasan laut Indonesia berbatasan
dengan 10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India,
Thailand, Vietnam, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua
Nugini. Sedangkan untuk wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung
dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua Nugini, danTimor Leste dengan
panjang garis perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km.
Luasnya wilayah perbatasan laut dan darat Indonesia tentunya membutuhkan
dukungan sistem manajemen perbatasan yang terorganisir dan profesional,
baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi minimnya
infrastruktur di kawasan perbatasan telah menunjukkan bahwa pemerintah
tidak memiliki sebuah sistem manajemen perbatasan yang baik.
Adapun batas-batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga
meliputi: (1) batas laut teritorial, (2) batas zona tambahan, (3) batas
perairan ZEE, dan (4) batas landas kontinen. Yang dimaksud laut
teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai yang meliputi
ruang udara dan laut serta tanah di bawahnya sejauh 12 mil laut yang
diukur dari garis pangkal. Zona tambahan mencakup wilayah perairan laut
sampai ke batas 12 mil laut di luar laut teritorial atau 24 mil laut
diukur dari garis pangkal. ZEE adalah suatu wilayah perairan laut di
luar dan berdampingan dengan laut teritorial yang lebarnya tidak lebih
dari 200 mil laut dari garis pangkal; yang mana suatu negara pantai
(coastal state) memiliki hak atas kedaulatan untuk eksplorasi,
konservasi, dan pemanfaatan sumber daya alam. Landas kontinen suatu
negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang menyambung dari
laut teritorial negara pantai melalui kelanjutan alamiah dari wilayah
daratannya sampai ujung terluar tepian kontinen.
Perbatasan laut dengan negara tetangga:
Perbatasan Indonesia-Singapura
Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah
yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun
1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan
mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah.
Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di
laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem
yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan
sejumlah mata pencaharian para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil
karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya
pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia,
karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak
pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Perbatasan Indonesia-Malaysia
Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah
perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara.
Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di
lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak
Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik
batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain
antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu
ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan
Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan
formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara
yang dapat dioptimalkan.
Perbatasan Indonesia-Filipina
Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan
Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu
isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border
Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC)
yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan
menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.
Perbatasan Indonesia-Australia
Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas
kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian
RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan
batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu
dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.
Perbatasan Indonesia-Papua Nugini
Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan
maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat
menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan
kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan,
menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi
masalah kompleks di kemudian hari.
Perbatasan Indonesia-Vietnam
Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau
Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki
kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan
pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak
sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di
kawasan tersebut.
Perbatasan Indonesia-India
Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau
Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak
pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia
dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan
di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran
wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.
Perbatasan Indonesia-Thailand
Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan
antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara
ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah
memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat
tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut
Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah
perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu,
penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi
karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.
Perbatasan Indonesia-Republik Palau
Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau
dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini,
sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang
dilakukan oleh para nelayan kedua pihak.
Perbatasan Indonesia-Timor Leste
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih
menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi
secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan
budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua
sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,
dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu,
keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia
dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan
di kemudian hari.
Perbatasan darat Indonesia dengan negara tetangga:
Indonesia-Malaysia
Pelanggaran
perbatasan nagara Indonesia dengan negara tetangganya sering banyak dilanggar
oleh Malaysia. Ini terbukti dengan adanya pelanggaran perbatasan wilayah negara
yang masih terus dilakukan oleh negara tetangga. Malaysia lah yang paling
sering melakukan pelanggaran batas wilayah RI. Pelanggaran wilayah darat, diantaranya berupa pemindahan titik-titik
batas wilayah di Kalimantan Barat. Pemindahan patok batas terjadi di Sektro
Tengah, Utara Gunung Mumbau, Taman Nasional Betung Kerihun, Kecamatan Putu Sibau,
serta Kabupaten Kapuas Hulu. Selain itu, pelanggaran wilayah perbatasan darat
juga dilakukan oleh para pelintas batas yang tidak memiliki dokumen yang sah. Permasalahan
lain antar kedua negara ini adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu
ilegal, dan penyelundupan. Penetapan garis batas darat kedua negara di Selat
Malaka dan laut Cina Selatan ditandatangai tanggal 27 oktober 1969 yang
diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969 tanggal
5 November 1969/ LN No.54 dengan nama perjanjian Agreement between the
Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia Relating
to the Delimitation of the Continental Shelves between the Two Countries.
(Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia
Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara).
Indonesia-Papua Nugini
Indonesia
dan Papua Nugini telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim.
Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya
salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang
terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak
tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
Indonesia-Timor Leste
Saat
ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan
mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara
sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan
ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi
perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,
dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping
itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah
Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan
perbatasan di kemudian hari.
Berdirinya
negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan
baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat
dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai
sekarang.
Pulau-pulau terluar yang menjadi perbatasan dengan negara tetangga
Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan
tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian pemerintah. Keberadaan
pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan
pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya
mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan
permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya
pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang
tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Ada
beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada
pulau-pulau terluar, diantaranya :
-
Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia.
- Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status
kepemilikan akibat pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada
keputusan hukum seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status
kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia
- Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial
dari masyarakat di pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun
temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain.
Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL,
terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga,
diantaranya :
-
Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan dengan India
- Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas,
Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong
Makasar, Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun
Kecil berbatasan dengan Malaysia
- Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan Singapura
- Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam
- Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi,
Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata,
kakarutan dan Jiew berbatasan dengan Filipina
- Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut
pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung,
Sekel, Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira,
Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan,
Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan
dengan Australia
- Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste
- Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan Palau
- Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini
- Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia
Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya:
1. Pulau Rondo
Pulau Rondo terletak di ujung barat laut Propinsi Nangro Aceh Darussalam
(NAD). Disini terdapat Titik dasar TD 177. Pulau ini adalah pulau
terluar di sebelah barat wilayah Indonesia yang berbatasan dengan
perairan India.
2. Pulau Berhala
Pulau Berhala terletak di perairan timur Sumatera Utara yang berbatasan
langsung dengan Malaysia. Di tempat ini terdapat Titik Dasar TD 184.
Pulau ini menjadi sangat penting karena menjadi pulau terluar Indonesia
di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena merupakan
jalur pelayaran internasional.
3. Pulau Nipa
Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan
Singapura. Secara Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah
Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Propinsi
Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba menjadi terkenal karena
beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini atau hilangnya
titik dasar yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa
luas wilayah Indonesia semakin sempit.
Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat
penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual
untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau yang berada di Selat
Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini
sangat rawan dan memprihatinkan.
Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar
Nipa, beberapa pohon bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi.
Pulau Nipa merupakan batas laut antara Indonesia dan Singapura sejak
1973, dimana terdapat Titik Referensi (TR 190) yang menjadi dasar
pengukuran dan penentuan media line antara Indonesia dan Singapura.
Hilangnya titik referensi ini dikhawatirkan akan menggeser batas wilayah
NKRI. Pemerintah melalui DISHIDROS TNI baru-baru ini telah mennam 1000
pohon bakau, melakukan reklamasi dan telah melakukan pemetaan ulang di
pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya tergenang air) ke
tempat yang lebih tinggi.
4. Pulau Sekatung
Pulau ini merupakan pulau terluar Propinsi Kepulauan Riau di sebelah
utara dan berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan. Di pulau ini
terdapat Titik Dasar TD 030 yang menjadi Titik Dasar dalam pengukuran
dan penetapan batas Indonesia dengan Vietnam.
5. Pulau Marore
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan
langsung dengan Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD
055.
6. Pulau Miangas
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan
langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik
Dasar TD 056.
7. Pulau Fani
Pulau ini terletak Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi
Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di
pulau ini terdapat Titik Dasar TD 066.
8. Pulau Fanildo
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi
Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di
pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072.
9. Pulau Bras
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi
Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara Kepualuan Palau. Di
pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072A.
10. Pulau Batek
Pulau ini terletak di Selat Ombai, Di pantai utara Nusa Tenggara Timur
dan Oecussi Timor Leste. Dari Data yang penulis pegang, di pulau ini
belum ada Titik Dasar
11. Pulau Marampit
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan
langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik
Dasar TD 057.
12. Pulau Dana
Pulau ini terletak di bagian selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur,
berbatasan langsung dengan Pulau Karang Ashmore Australia. Di pulau ini
terdapat Titik Dasar TD 121
3. Arti Kepulauan bagi Negara Indonesia
Jauh sebelum masa kemerdekaan, Indonesia ternyata sudah dikenal
dunia sebagai sebagai Bangsa yang memiliki Peradaban maritim maju.
Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan pada awal abad ke-9
Masehi. Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan
kapal bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mamapu
berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga
Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian
ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong
munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan
memiliki armada laut yang besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak,
Nusantara adalah negara besar yang disegani di kawasan Asia, maupun di
seluruh dunia. Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara,
Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada
penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai
wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan
lautnya. Tidak hanya itu, Ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh
Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan
kekuatan armada laut yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275
Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa
untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak
maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan Bali
dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa
Kerajaan Majapahit (1293-1478). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan
Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan
nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing seperti
Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan
di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa
lain karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi
Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan
sosial. Tentu saja, Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwasannya
Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi
kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia.
Fakta sejarah lain yang menandakan bahwa Bangsa Indonesia
terlahir sebagai bangsa Maritim dan tidak bisa dipungkiri, yakni
dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah dibeberapa
belahan pulau. Penemuansitus prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan
Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan
bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu
ditemukannya kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di
Australia dengan di Jawa menandakan bahwa nenek moyang kita sudah
melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya menggunakan
kapal-kapal yang laik layar.
Namun, ironisnya dalam perjalanan kedepan bangsa
Indonesia, Visi mritim Indonesia seperti jauh ditenggelamkan. Pasalnya,
sejak masa kolonial Belanda abad ke -18, masyarakat Indonesia mulai
dibatasi untuk berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang
selain dengan pihak Belanda, padahal sebelumnya telah muncul beberapa
kerajaan maritim nusantara, seperti Bugis-Makassar, Sriwijaya,
Tarumanegara, dan peletak dasar kemaritiman Ammana Gappa di Sulawesi
Selatan. Belum lagi, pengikisan semangat maritim Bangsa ini dengan
menggenjot masyarakat untuk melakukan aktivitas agraris demi kepentingan
kaum kolonialis semata. Akibatnya, budaya maritim bangsa Indonesia
memasuki masa suram. Kondisi ini kemudian berlanjut dengan minimnya
keberpihakan rezim Orde Baru untuk membangun kembali Indonesia sebagai
bangsa maritim. Akibatnya, dalam era kebangkitan Asia Pasifik, pelayaran
nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat kurangnya
investasi.
Patut disadari, bahwa kejayaan para pendahulu negeri ini
dikarenakan kemampuan mereka membaca potensi yang mereka miliki.
Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah
membawa negara ini disegani oleh negara-negara lain. Maka, sudah
saatnya, bagi kita yang sudah tertinggal jauh dengan negara lainnya,
untuk kembali menyadari dan membaca ulang narasi besar maritim Indonesia
yang pernah diikrarkan dalam Unclos 1982. Didalamnya banyak termaktub
peluang besar Indonesia sebagai negara kepulauan. Namun, lagi-lagi
lemahnya perhatian dan keberpihakan pemerintah terhadap kemaritiman yang
didalamnya mencakup, keluatan, Pesisir, dan perikanan, maka beberapa
kerugian yang didapatkan. Seperti lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan
pada tahun 2002 dengan alasan
“ineffective occupation” atau wilayah yang diterlantarkan.
4. Kondisi yang Membahayakan Keutuhan Wilayah Indonesia Khususnya bagi Pulau-Pulau Terluar.
Ada beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada pulau-pulau terluar, diantaranya :
1. Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia.
2. Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status
kepemilikan akibat pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada
keputusan hukum seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status
kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia
3. Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial
dari masyarakat di pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun
temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain.
5. Provinsi ke-34 dari Indonesia dan Jelaskan Asal-Usulnya
Rapat Paripurna DPR RI Sahkan Provinsi Kalimantan Utara Sebagai Provinsi Ke-34 di Indonesia
Rapat paripurna DPR hari ini, 25 Oktober 2012 mensahkan 5 Daerah
Otonom Baru (DOB) yang sudah disepakati oleh pemerintah dan DPR dalam
pembicaraan tingkat I antara Komisi II dengan Menteri Dalam Negeri.
Kelima daerah otonom baru (DOB) yang disetujui dalam paripurna itu
adalah Provinsi Kalimantan Utara, Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa
Barat, Kabupaten Pesisir Barat di Provinsi Lampung, Kabupaten Manokwari
Selatan di Provinsi Papua Barat, Kabupaten Pegunungan Arfak di Provinsi
Papua Barat.
Salah satu daerah otonom baru (DOB) yang disahkan adalah Provinsi
Kalimantan Utara yang menjadi provinsi ke 34 di Indonesia. Provinsi baru
ini diharapkan dapat mencegah pencaplokan pulau-pulau Indonesia oleh
Malaysia.
Pengesahan Provinsi Kalimantan Utara sebagai provinsi baru di
Indonesia ini disepakati setelah sebelumnya Komisi II DPR bersama
pemerintah (Kemendagri), menggodok Rancangan Undang-Undang Pembentukan
Daerah Otonom Baru dalam pembicaraan tingkat I di DPR. Ketua Komisi II
DPR, Agun Gunanjar berharap dengan disahkannnya Provinsi Kalimantan
Utara, tidak ada lagi pencaplokan pulau oleh negara tetangga, Malaysia.
“Khusus pembentukan Provinsi Kalimatan Utara, yang menjadi provinsi
ke-34 di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia,
Komisi II berharap pencaplokan
pulau sipadan dan
pulau ligitan
seperti terjadi pada tahun 2002 tidak akan terjadi lagi,” terang Agun
Gunanjar dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis
(25/10/2012).
“Berdasarkan prinsip efektifitas, perlu adanya tindakan nyata dari
pemerintah yang berdampak pada rawannya pencaplokan daerah baik darat
maupun laut,” lanjutnya.
Sejarah singkat
Peta provinsi Kaltim (sebelum dimekarkan menjadi dua provinsi)
Kalimantan Timur bagian utara merupakan bekas wilayah Kesultanan
Bulungan. Daerah Kesultanan Bulungan merupakan bekas daerah milik
Kerajaan Berau yang melepaskan diri. Kerajaan Berau menurut Hikayat
Banjar termasuk dalam pengaruh mandala Kesultanan Banjar sejak zaman
dahulu kala, ketika Kesultanan Banjar masih bernama Kerajaan Negara
Dipa/Kerajaan Negara Daha. Dalam tahun 1853, Bulungan sudah dimasukkan
dalam wilayah pengaruh Belanda. Sampai tahun 1850, Bulungan/Kaltara
berada di bawah Kesultanan Sulu. Pada tanggal 13 Agustus 1787,
Kesultanan Banjar beserta vazal-vazalnya di Kalimantan jatuh menjadi
daerah protektorat VOC Belanda, maka Kompeni Belanda membuat batas-batas
wilayah di Borneo berdasarkan batas-batas klaim Kesultanan Banjar yaitu
wilayah paling barat adalah Sintang dan wilayah paling timur adalah
Berau (termasuk Bulungan & Tidung). Sesuai peta Hindia Belanda tahun
1878 saat itu menunjukkan posisi perbatasan jauh lebih ke utara dari
perbatasan Kaltim-Sabah hari ini, karena mencakupi semua perkampungan
suku Tidung yang ada di wilayah Tawau.
Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara Atasi Ancaman Hilangnya Wilayah
Pembentukan provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) –terpisah dari
Kalimantan Timur– adalah untuk mengatasi ancaman hilangnya wilayah
karena pengamanan kawasan perbatasan menghadapi kendala keterbatasan
aparat, serta kelemahan prasarana perhubungan yang dihadapkan dengan
wilayah terlalu luas. “Dengan terbentuk Kaltara, maka secara otomotis
terbentuk sejumlah lembaga setingkat provinsi misalnya kejati, kapolda
dan korem. Selama ini, wilayah utara Kaltim paling rawan kasus
penyelundupan, tebang liar , pencurian ikan, penambangan liar. Sementara
aparat keamanan beralasan menghadapi masalah dengan keterbatasan
personel, peralatan dan keuangan akibat terlalu luasnya wilayah yang
dikawal,” kata Bupati Bulungan, Budiman Arifin yang dihubungi di Tanjung
Selor.
Bupati Bulungan yang didampingi Kepala Bagian Humas Pemkab Bulungan,
Yahdian Noor menjelaskan bahwa untuk merealisasikan pembentukan Kaltara,
maka telah digelar pertemuan yang melibatkan lima bupati/walikota
wilayah utara itu di Bulungan. “Kaltara mendesak terbentuk karena salah
satu arti strategisnya, yakni penanganan wilayah perbatasan yang
terabaikan akibat wilayah Kaltim begitu luas dengan kondisi pengamanan
serta terbatas baik personil, serta prasarana dan sarana perhubungan,”
papar dia.
Peta lokasi pulau Sipadan dan Ligitan
Sipadan dan Ligitan
Salah satu bentuk kerawanan yang sangat merugikan Indonesia, yakni
ancaman hilangnya wilayah teritorial Indonesia baik darat maupun laut
(Pulau) akibat kurang terjaganya kawasan itu. Contoh nyata adalah
kekalahan Indonesia pada sangketa internasional di Den Haag (Belanda)
terkait
Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dengan Malaysia.
Kekalahan Indonesia pada sangketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
saat itu bukan karena fakta sejarah namun akibat terabainya pengelolaan
lingkungan di kawasan itu.Saat ini saja, Indonesia kembali mengalami
ancaman kehilangan wilayah teritorial terkait kasus sangketa wilayah
kaya minyak di Blok Ambalat dan Perairan Karang Unarang, Laut Sulawesi
karena diklaim secara sepihak oleh Malaysia.
“Pembentukan Kaltara sangat mendesak karena selain wilayah Kaltim
terlalu luas, juga sudah dilakukan studi kelayakan yang menunjukkan
bahwa wilayah utara provinsi ini sudah sangat layak jadi provinsi
sendiri, baik dari sisi ekonomis atau potensi sumber daya alam,
kependudukan, keuangan dan administrasi.”
Kaltim saat ini terdiri atas 14 kabupaten/kota dengan jumlah
pendududuk 2,7 jiwa serta luas wilayah 1,5 kali dari wilayah Pulau Jawa
plus Pulau Madura.Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Budiman Arifin,
Bupati Bulungan disepakati bahwa semua pemkab dan pemkot di utara Kaltim
wajib mengalokasikan dana Rp500 juta dalam APBD-nya untuk menunjang
proses pembentukan Provinsi Kaltara.
Khusus Pemkab Bulungan dalam APBD 2008 telah mengalokasikan Rp500
juta untuk mendanai pertemuan tahunan mengenai pembahasan Kaltara dan
keberangkatan tim khusus menemui anggota Komisi II DPR-.Tim mendukung
percepatan pembentukan provinsi Kaltara itu merupakan gabungan pengurus
DPD KNPI di wilayah utara Kaltim. Tim ini dikoordinasi oleh Ketua DPD
KNPI Bulungan, Alwan Saputra.
Bulungan ibukota provinsi
Hasil studi kelayakan oleh tim independen Universitas Mulawarman
(Unmul) Samarinda menyebutkan Kabupaten Bulungan sangat layak menjadi
ibukota provinsi Kaltara baik dari posisi letak daerah, luas wilayah
serta berdasarkan fakta historis.
Berdasarkan sejarah, semua daerah di wilayah utara itu dulunya masuk
dalam wilayah Kesultanan Bulungan, sebelum menyatakan kesediaan
bergabung dengan Pemerintahan RI tahun 1949.
Wilayah kekuasaan Kesultanan Bulungan juga masuk sebagian di wilayah
yang kini dikenal sebagai Filipina Selatan dan Tawau (Sabah, Malaysia
Timur).Fakta sejarah itu yang menguatkan bahwa dari sisi historis,
Indonesia memiliki bukti-bukti kuat tentang kepemilikan wilayah
teroriral di kawasan perbatasan yang disengketakan namun lemah dalam
pengelolaannya.”Kita berharap dengan terbentuk Kaltara maka pengelolaan
kawasan perbatasan bisa lebih baik,” imbuh Budiman.
Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang wilayahnya meliputi 1 kota dan 4 kabupaten, yaitu::
1.
Kota Tarakan
2.
Kabupaten Bulungan
3.
Kabupaten Malinau
4.
Kabupaten Nunukan
5.
Kabupaten Tana Tidung
Sumber : http://syahidj.blogspot.com/2012/04/pengertian-wawasan-nusantara.html
http://riantopurba.blogspot.com/2012/06/perbatasan-wilayah-indonesia-dengan.html
http://danangsucahyo.blogspot.com/2013/01/eksistensi-indonesia-sebagai-negara.html
http://www.geomatika.its.ac.id/lang/id/archives/774
http://saripedia.wordpress.com/2012/10/25/rapat-paripurna-dpr-ri-sahkan-provinsi-kalimantan-utara-sebagai-provinsi-ke-34-di-indonesia/