CERPEN YANG BERKAITAN DENGAN MANUSIA DAN KEGELISAHAN
1. Butiran Kegelisahan oleh Gadis Intifadha
Butiran Kegelisahan
Tak bisa kupungkiri memang, beberapa hari ini aku
terus mencoba menentramkan jiwa, menyelimuti kalbu yang mulai tertoreh.
Menutupi kegelisahan yang aku sendiri tak memahaminya. Aku melangkah
setapak, namun kalut itu masih ada. Kembali ku gelengkan kepala,
berharap bayangan yang tak berwujud itu segera hilang meninggalkan
diriku. Aku menjerit pelan " Pergilah, aku mohon..." . Terasa ruang ini
begitu sempit. Padahal sebelumnya aku sangat mencintai ruang ini,
disinilah tempatku menghilangkan jenuh hari-hariku, melepaskan gerutuan
yang kudapat dijalanan. Kini, ia tak berarti apa-apa. Seolah ada
tempat lain yang lebih nyaman bagiku, dan aku bisa tenang disana. Yup,
jelas tempat itu memang ada, Firdaus Nya. Lantas, apa saat ini detik
penantian itu sudah dekat? Rabb, hatiku memang gelisah, tapi aku tidak
ingin mengahdapMu dalam kondisi seperti ini.
Jiwaku
benar-benar carut marut. Aku duduk diatas kursi kesayanganku. Dimana
aku melayang kedunia maya, disana aku terbang kemanapun yang aku
inginkan, dan disana pula tempatku menoreh banyak cerita, menyampaikan
pesan hati lewat tulisan untuk orang banyak. Kugoyangkan penaku
perlahan. Tercoret tanpa arah. Tanpa makna. Namun, bagiku coretan itu
begitu menyimpan makna. Sebegitukah keadaan hatiku saat ini? Fuih,,,aku
tak menemukan ide untuk berpesta pora dengan kata-kata indah yang
biasa ku tulis. Kemudian aku bangkit, berjalan kesana kemari.
Seandainya sahabatku Rahmi ada disini seperti biasa menemani
hari-hariku, pasti ia bingung dan linglung melihatku seperti ini. Tapi
keberadaannya pasti bisa sedikit membantuku mengemban kegelisahan ini.
Hari ini ia tiada, ia sedang birrul walidain mengunjungi orang tua
tercinta di kampung halaman, dan aku tidak berhak melarangnya.
Kuhentikan
langkah. Kumelihat kesekeliling. Ah, kenapa aku tidak mengaji saja.
Akhirnya aku tersenyum indah, aku tahu apa yang akan aku lakukan saat
ini. Segera aku beranjak ke kamar mandi ingin berwudhu, berusaha
menentramkan kegalauan hati. Rabb, kesejukan ini sungguh bermakna.
Pujian ku hantur syahdu untuk Nya. Kuraih Mushaf Merah marunku, yang
selalu bisa membuat bibirku basah indah dengan menghayati tiap katanya.
Kumulai dengan kalimat ta'awudz dan basmalah untuk memasuki dunia
kalam Nya. Tetesan embun memenuhi ruang jiwaku, menyejukkan jiwaku yang
sedang meronta galau. Terasa begitu indah. Air mataku mulai jatuh,
bening itu jatuh begitu saja, tanpa paksaan, tanpa rekayasa. Semakin ku
memperpanjang bacaan, semakin deras ia bercucuran, menandakan sebegitu
beratnya beban hatiku saat ini. Allah aku begitu merindukanMu.
Sungguh!!!
Bingung. Lagi-lagi aku seperti ini.
Aku merasa dunia saat ini sungguh tidak bersahabat. Bagiku dunia tidak
lagi ramah. Walaupun aku tak tahu kapan ia pernah ramah. Aku bosan,
bosan melihat prioritas manusia yang selalu hanya memikirkan dunia.
Walau aku tidak mungkin juga lari dari dunia. Walau aku masih saja
larut dalam aktifitas manusiawi yang tak bermakna. Itulah sebabnya aku
merasa bosan. Dunia. Wajah aneh penuh rasa. Ada kebahagiaan, kekejaman,
kesadisan dan banyak lainnya yang tak bisa kusebutkan, lebih tepatnya
tak ingin kusebutkan. Dunia. Ladang fatamorgana yang manusia tak bisa
lari darinya. Memang, tak mungkin terhindar darinya. Sebab kasat mata
yang terlihat hanya dunia saja. Ladang akhirat akan hadir setelah
adanya perenungan.
Aku sepi. Aku tak mengerti
apa aku benar-benar lelah menghadapi dunia ini. Aku kembali merenungi
niat yang aku miliki. Apa ia begitu suci? Apa ia sudah lurus? Apa ia
sudah layak untuk memperoleh janji FirdausNya? Atau apa ia hanya nafsu
dunia saja? Hanya tuntutan yang belum mengenal arah. Entahlah...
"
Dunia memang indah, lebih indah dari hayalan seorang putri raja
dikala menanti sang pangeran. Ia kebahagiaan dan kesenangan. Sahabatku
Rini, dunia itu hanya tipuan, keindahannya hanya sementara, ia tak
menjanjikan apapun, walau kita sudah memperoleh kebahagiaan dari
padanya, namun belum pasti bisa kita bawa hingga ke akhirat. Rin,,,
sungguh aku begitu mencintai mu karena Allah, aku tahu kau seperti ini
bukan karena ketidakpercayaanmu pada janji Allah, bahkan kau lebih tau
tentang itu dari pada aku, kau sahabat yang luar biasa Rin, jangan kau
biarkan dirimu kalut dalam kegalauan seperti ini. Jika memang kau
lelah, berbuatlah satu hal yang bagimu itu lebih baik kau kerjakan saat
ini sebab kau takut akan meninggalkan semuanya. Sahabatku,,,Aku tahu
siapa dirimu, ambillah ia, dan kerjakanlah ia, jika itu adalah ahsanul
amal bagimu. Jangan pedulikan bisikan-bisikan itu, itu hanya akan
membuatmu ragu untuk melangkah. Sobat, aku percaya kau tidak akan salah
pilih. Karena aku tahu berapa besarnya rasa cinta dalam hatimu untuk
Sang Rabb. Rin, aku akan kembali dalam minggu ini, aku harap kau sabar
menunggunya. Aku rindu mendengar celotehanmu, suara tawamu, dan
pujianmu itu. Ahibbak fillah....."
Aku menangis
tersedu. Allah, terima kasih Kau telah memberiku seorang sahabat yang
begitu mengerti aku. Aku begitu mencintainya Rabb. Dia yang selalu
membantuku menghapus butir kegelisahan hati, dan menguatkan kasihku pada
Mu. Pesan itu begitu panjang, ia sahabatku rela mengirimkan pesan
panjang itu lewat SMS yang pasti banyak menghabiskan layar. Namun, itu
sangat bermakna bagiku. Hatiku yakin kini. Mantap pada keputusan yang
akan aku lakukan untuk menghapus semua goyah kalbu ini. Aku khawatir,
jika aku tak melakukannya, aku akan lebih parah dari ini.
Bismillah,,Rabb terimalah niat lurus ku ini. Tak ada lain yang kuinginkan selain ridha Mu saja. Sungguh hanya itu Allah.
Sujud
takzim ku persembahkan untuk Nya. Kali ini aku merasa sujud ini begitu
berkesan. Wahai dunia dengan segala perangkatmu, aku ingin sejenak
melupakanmu, meninggalkan harapan dan bayangan serta nafsu yang selama
ini melekat di dinding jiwaku. Tak ada janji apapun yang mengikatku,
selain hanya janji dari Nya saja.
Kuhapus air
mata ini. Kuharap tetesan ini menghapus khilaf yang aku lalui. Kini,
hatiku mantap sudah, melangkah maju ke Darul Hufadz, tanah impianku
selama ini. Moga saja Aku bisa menghilangkan Hubbud dunya yang ada
dalam jasadku selama ini. Allah, aku datang untuk memelihara kalam Mu,
seperti yang pernah dilakukan oleh para sahabat dulu. Faidza ‘azzamta
fatawakkal ‘alalllah. Bismillah.2. Kegelisahan Karmila oleh Ridha
Kegelisahan Karmila
Karmila masih gelisah dalam tidurnya. Mata nya tak mau terpejam,
pikirannya tidak menyatu dengan raga yang mengharuskannya untuk tidur
nyenyak. Berbagai hal berkenyamuk dalam pikirannya. Pikiranyan
menerawang tak tentu arah.
Ingatanya menuju pada keadaan setahun yang lalu. Seharusnya keinginan itu muncul setahun yang lalu katanya dalam hati penuh penyesalan. Ditariknya nafasnya dalam –dalam tapi aku percaya bahwa sesungguhnya garis nasib itu telah ditentukan sebelum kita lahir, karmila berusaha meyakinkan hatinya saat gelisah itu mulai menguasainya. Mungkin saja Allah sudah menuliskan dalam cerita garisnya seperti ini.
Kesempatan itu datang pertengahan tahun lau, saat mas yanto teman sekantornya menawarkan seorang pria yang sopan, mapan dan siap untuk menikah pada nya. Karmila sangat mengenal mas yanto dan istrinya dia orang yang jujur dan baik, karmila yakin mas yanto tidak mungkin memberikan orang yang sembarangan padanya. Usianya 23 tahun saat itu dan karmila belum kepikiran untuk menikah.
Mas yanto terus mendesak
“ Nama panggilannya tian, nama panjangnya Bastian Syahputra, dia itu baik mil, orangnya sopan, patuh pada orang tua dan rajin beribadah“ promosi mas yanto pada nya
Mas yanto mengenal mas tian dan orang tuanya waktu mereka berangkat umroh bersama, dan pertemanan itu berlanjut sampai sekarang.
“ Apa lagi yang kamu pikirkan mila,, orangnya lumayan koq, hitam manis, tinggi tegap, pokoknya ga malu2in, memang sih usianya 35 tahun, tapi aku rasa dia cukup dewasa buat kamu” desak mas yanto sambil menunjukan fotonya pada karmila. Memang betul mas tian memang lumayan manis, mas yanto tidak pernah bohong di setiap ucapannya, itu yang meyakinkan karmila bahwa yang ditawarkan ini bukan orang sembarangan.
Karmila memang tidak pernah bertemu langsung sama mas tian, tapi mas tian sudah pernah melihatnya, walau begitu karmila merasa kenal lama dengannya karena cerita – cerita mas yanto tentang mas tian . Sempat kagum dalam hatinya, tapi rasa itu belum ada juga.
Rasa itu baru muncul setahun kemudian, rasa ingin untuk menikah dan hidup berpasangan. Dan sekarang saat ia sadar umurnya 24 tahun dan tahun depan 25 tahun, saat tidak ada yang menawarkan pasangan buatnya lagi. Sempat muncul perasaan dan pertanyaan – pertanyaan pada dirinya. Mungkinkah rasa itu muncul terlambat
Seandainya saja masih ada kesempatan kedua? Bagaimana keadaan mas tian sekarang? Apakah dia sudah menikah? Apakah dia masih mau sama aku? Malu rasanya mau bertanya sama mas yanto tentang itu.
Karmila menepis perasaan yang sering menggodanya. “ Ya Allah , beginikah rasanya bila belum menikah ? “
Karmila berusaha memejamkan matanya dalam-dalam. Berusaha untuk melupakan nya dan berharap tertidur.
“ Ya Allah jika sudah kau tentukan pasangan hidup ku , dekat kan lah dia, dan mudahkan lah segala urusannya “ harap karmila dalam pejaman matanya.
Ingatanya menuju pada keadaan setahun yang lalu. Seharusnya keinginan itu muncul setahun yang lalu katanya dalam hati penuh penyesalan. Ditariknya nafasnya dalam –dalam tapi aku percaya bahwa sesungguhnya garis nasib itu telah ditentukan sebelum kita lahir, karmila berusaha meyakinkan hatinya saat gelisah itu mulai menguasainya. Mungkin saja Allah sudah menuliskan dalam cerita garisnya seperti ini.
Kesempatan itu datang pertengahan tahun lau, saat mas yanto teman sekantornya menawarkan seorang pria yang sopan, mapan dan siap untuk menikah pada nya. Karmila sangat mengenal mas yanto dan istrinya dia orang yang jujur dan baik, karmila yakin mas yanto tidak mungkin memberikan orang yang sembarangan padanya. Usianya 23 tahun saat itu dan karmila belum kepikiran untuk menikah.
Mas yanto terus mendesak
“ Nama panggilannya tian, nama panjangnya Bastian Syahputra, dia itu baik mil, orangnya sopan, patuh pada orang tua dan rajin beribadah“ promosi mas yanto pada nya
Mas yanto mengenal mas tian dan orang tuanya waktu mereka berangkat umroh bersama, dan pertemanan itu berlanjut sampai sekarang.
“ Apa lagi yang kamu pikirkan mila,, orangnya lumayan koq, hitam manis, tinggi tegap, pokoknya ga malu2in, memang sih usianya 35 tahun, tapi aku rasa dia cukup dewasa buat kamu” desak mas yanto sambil menunjukan fotonya pada karmila. Memang betul mas tian memang lumayan manis, mas yanto tidak pernah bohong di setiap ucapannya, itu yang meyakinkan karmila bahwa yang ditawarkan ini bukan orang sembarangan.
Karmila memang tidak pernah bertemu langsung sama mas tian, tapi mas tian sudah pernah melihatnya, walau begitu karmila merasa kenal lama dengannya karena cerita – cerita mas yanto tentang mas tian . Sempat kagum dalam hatinya, tapi rasa itu belum ada juga.
Rasa itu baru muncul setahun kemudian, rasa ingin untuk menikah dan hidup berpasangan. Dan sekarang saat ia sadar umurnya 24 tahun dan tahun depan 25 tahun, saat tidak ada yang menawarkan pasangan buatnya lagi. Sempat muncul perasaan dan pertanyaan – pertanyaan pada dirinya. Mungkinkah rasa itu muncul terlambat
Seandainya saja masih ada kesempatan kedua? Bagaimana keadaan mas tian sekarang? Apakah dia sudah menikah? Apakah dia masih mau sama aku? Malu rasanya mau bertanya sama mas yanto tentang itu.
Karmila menepis perasaan yang sering menggodanya. “ Ya Allah , beginikah rasanya bila belum menikah ? “
Karmila berusaha memejamkan matanya dalam-dalam. Berusaha untuk melupakan nya dan berharap tertidur.
“ Ya Allah jika sudah kau tentukan pasangan hidup ku , dekat kan lah dia, dan mudahkan lah segala urusannya “ harap karmila dalam pejaman matanya.
SUMBER:
http://www.dudung.net/artikel-bebas/butir-kegelisahan--cerpen.html
http://lailatulfatima.blogspot.com/2010/02/kegelisan-karmila-cerpen-ridha.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar